Review Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013)
“Some people will say that not all witches are evil. That they’re powers could be used for god. I say BURN THEM ALL!“ - Hansel
Hei! Apa yang sedang dilakukan Jeremy Renner dan Gemma Arterton di film terbaru sutradara Dead Snow, Tommy Wirkola ini? Bukankah mereka terlalu tua untuk peran sebagai dua bocah bersaudara dari fabel klasik populer? Nah, justru disini menariknya karena Hansel & Gretel yang judulnya diberi embel-embel “Witch Hunter”
ini bukan sekedar dogeng tentang dua kakak-beradik yang tersesat
dihutan, mengikuti remah-remah roti lalu bertemu penyihir jahat seperti
yang kamu kenal selama ini. Adaptasi bebas versi Wirkola ini seperti
sekuel lepas dari cerita milik Grimm bersaudara itu, menceritakan apa
yang terjadi 15 tahun kemudian setelah peristiwa di rumah permen itu,
setelah keduanya sukses membunuh penyihir yang ingi menyantap mereka,
tetapi tunggu dulu! yang terjadi kemudian bukanlah happily ever after
ater seperti akhir dongeng aslinya, karena mereka (Hansel dan Gretel)
memilih untuk memulai profesi baru mereka; menjadi pemburu penyihir.
Ya, tentu saja Hansel and Gretel: Witch Hunters
menawarkan sebuah premis seru, sebuah interpretasi baru dari dongeng
anak-anak legendaris dengan sentuhan modifikasi klasik-modern yang kamu
bisa lihat dari kostum dan persenjataan duo bersaudara itu seperti Van Helsing bertemu Snow White and the hunstman, lalu Tommy Wirkola membungkus semuanya dengan semangat dark comedy serta blood and gore, banyak
penyihir jelek dan satu troll paling tampan yang pernah saya lihat
dalam sejarah film untuk menambah auranya yang sudah kelam menjadi lebih
horor, seperti yang dilakukannya ketika menghadirkan kisah zombie nazi yang edan itu. Sayangnya, elemen-elemen penting itu hanya bekerja setengah-setengah. Hansel and Gretel: Witch Hunters,
punya komedi garing, , plot dangkal, dialog-dialog murahan bahkan unsur
kesadisan dan darah yang sebelumnya sempat diagung-agungkan menjadi
daya pikat dengan segala lebel “R-rating”-nya juga masih terlalu ‘lembek’. Wirkola
tampak terlalu sibuk untuk menghadirkan rangkaian dengan aksi seru
bertubi-tubi tanpa otak yang sayang, tanpa taji, lalu format 3D-nya juga
tidak banyak membantu memberikan sensasi berlebih kecuali memang harus
diakui di beberapa adegan Wirkola berhasil membuat saya sempat
terjengkang untuk menghindari benda-benda yang seakan-akan keluar dari
layar bioskop.
Pesona terbesar tentu ada pada duo Renner-Arterton, tapi tidak ada chemistry
di antara mereka, tidak ada keintiman kakak-adik, tidak ada emosi,
semuanya seperti bergerak masing-masing. Lalu ada karakter penyihir
jahat yang dimainkan Famke Janssen pun tidak mampu berbuat banyak untuk
menambah nilai plus Hansel and Gretel: Witch Hunters. Ya,
aktris Jerman itu secara fisik memang menyeramkan dalam membawakan
perannya, tetapi lagi-lagi Wirkola hanya menjadikannya sebagai karakter
musuh pelengkap yang akhirnya tanpa harus menjadi jenius kita akan tahu
ia pasti akan tewas mengenaskan di tangan dua bersaudara itu.
Bukan adaptasi yang pintar, Hansel and Gretel: Witch Hunters hanya ingin menjual banyak adegan aksi tanpa otaknya bersama balutan blood and gore-nya yang tidak terlalu nendang
plus dua bintang utamanya yang tampil tanpa greget juga tanpa kedalaman
cerita yang sebenanya punya potensi untuk dijadikan franchise baru jika
digarap lebih serius. Hansel and Gretel: Witch Hunters adalah film yang dengan mudah akan kamu lupakan begitu end credit bergulir.
Rating:
0 comments: