Review Incendies (2010)
Hidup itu memang penuh kejutan. Sering kali kita tidak pernah menduga apa yang sudah kita menunggu di tingkungan depan sana, ia bahkan sering kali dapat merubah hidup kita dalam sekejap mata, seperti yang dialami oleh si kembar Jeanne (Mélissa Désormeaux-Poulin) dan Simone Marwan (Maxim Gaudette). Keduanya sedang berada di kantor notaris, mendegarkan wasiat ibu mereka, Nawal Marwan (Lubna Azabal) yang baru saja wafat dibacakan. Tidak hanya meninggalkan sejumlah harta benda, namun juga sebuah kejutan. Dalam wasiatnya Nawal meminta keduanya untuk menyampaikan dua buah surat. Pertama kepada ayah mereka yang selama ini dikira sudah meninggal, kedua buat saudara laki-laki yang tidak pernah mereka ketahui selama ini.
Tanpa membuang banyak waktu, Jeanne
segera berangkat ke sebuah kota di di Timur Tengah (negara persisnya
tidak pernah disebutkan secara jelas) , meninggalkan Simone yang
tampaknya enggan menjalankan pintah ibundanya itu. Di sana selain
berupaya mencari ayah dan saudaranya, Jeanne juga menelusuri jejak masa
lalu Nawal dimana membawanya kepada sebuah fakta mengejutkan, pahit dan
tragis yang belakangan tidak hanya berimbas luar biasa pada kehidupan
Nawal, sang ibu namun juga kepada mereka berdua.
Menyenangkan sekali rasanya jika kita bisa ‘bermain’ sebagai Tuhan, seperti yang dilakukan sutradara Polytechnique, Denis Villeneuve. Lihat saja bagaimana ia memetakan kembali kisah tragis yang diadaptasi dari drama panggung, Scorched. Dalam film yang juga mendapatkan nominasi sebagai film asing terbaik dalam ajang Academy Awards Februari lalu ini Villeneuve tampaknya betul-betul ‘menikmati’ bagaiamana memporakporandakan kehidupan seorang wanita muda, membunuh kekasihnya di hadapannya, memisahkannya dengan putranya, menghacurkan negaranya, memenjarakannya selama bertahun-tahun, memperkosanya hingga hamil bahkan ‘membunuhnya’, sampai kemudian Villeneuve menyatukan mereka kembali puluhan tahun kemudian dengan cara yang sangat pahit dan getir, seakan-akan sutradara Kanada satu ini ingin menguatkan kembali ungkapan ‘takdir itu memang kejam’ benar adanya. Ya, Incendies yang berarti ‘api’ dalam bahasa Perancis ini memang seakan-akan membakar emosi kita disaat menontonnya.
Menyenangkan sekali rasanya jika kita bisa ‘bermain’ sebagai Tuhan, seperti yang dilakukan sutradara Polytechnique, Denis Villeneuve. Lihat saja bagaimana ia memetakan kembali kisah tragis yang diadaptasi dari drama panggung, Scorched. Dalam film yang juga mendapatkan nominasi sebagai film asing terbaik dalam ajang Academy Awards Februari lalu ini Villeneuve tampaknya betul-betul ‘menikmati’ bagaiamana memporakporandakan kehidupan seorang wanita muda, membunuh kekasihnya di hadapannya, memisahkannya dengan putranya, menghacurkan negaranya, memenjarakannya selama bertahun-tahun, memperkosanya hingga hamil bahkan ‘membunuhnya’, sampai kemudian Villeneuve menyatukan mereka kembali puluhan tahun kemudian dengan cara yang sangat pahit dan getir, seakan-akan sutradara Kanada satu ini ingin menguatkan kembali ungkapan ‘takdir itu memang kejam’ benar adanya. Ya, Incendies yang berarti ‘api’ dalam bahasa Perancis ini memang seakan-akan membakar emosi kita disaat menontonnya.
Ini adalah sebuah film depressing dan murung yang berisi tragedi demi tragedi pilu yang dialami karakter utamanya. Bahkan lantunan lagu “You and Whose Army”
dari Radiohead diawal-awal film yang mengalun dengan suram juga sudah
menunjukan gejala-gejala awal seperti apa yang nantinya akan tersaji
dalam film berdurasi 2 jam lebih ini. Ya, Incendies memang memiliki kandungan cerita yang suram, namun juga powerfull
disaat bersamaan. Unsur-unsur seperti kekerasan, balas dendam, cinta,
peperangan, takdir, keluarga semuanya bercampur menjadi sebuah kesatua
kisah yang luar biasa. Saya menyukai bagaimana Villeneuve
mempresentasikan Incendies. Pertama ia membiarkan alurnya
lambatnya yang sarat dengan visual kuat dan puitis terbagi dalam dua
bagian besar. Satu bagian diberikan kepada karakter utama kita, Nawal
Marwan yang dikisahkan dalam kilas balik. Dan porsi satu lagi adalah
jatah si kembar dalam usaha mereka untuk menjalankan amanah sang ibunda.
Nah, kedua bagian ini disajikan oleh Villeneuve dengan cara
melompat-lompat dan berpindah-pindah atara masa lalu dan masa kini. Di
setiap bagian sedikit demi sedikit rahasia-rahasia mulai terungkap.
Bagian-bagian yang awalnya terpisah mulai tersambung. Seiring
berjalannya film Tensi menjadi semakin tinggi hingga pada akhirnya
memuncak pada sebuah final reveal yang sangat mengejutkan.
Ada peperangan dalam Incendies
namun tidak semata-mata menjadikannya bagian dari cerita utama itu
sendiri. Tidak ada lokasi dan fakta-fakta spesifik disini, tidak ada
pihak yang digambarkan sebagai yang jahat atau baik. Perang seakan-akan
hanya sebagai panggung dari kisah tragis seorang wanita kuat. Tapi
bagaimanapun juga Villeneuve jelas ingin menyampaikan pesannya bahwa
perang dapat menghancurkan segalanya, tidak peduli siapa yang menang,
siapa yang kalah. Tidak perlu lagi saya terlalu berpanjang lebar
membahasa bagaimana kualitas akting pemainnya. Nyaris semuanya mampu
bermain dengan sangat baik membawakan peran mereka sesuai dengan porsi
yang diberikan, khususnya buat aktris asal Belgia, Lubna Azabal.
Ya, Incendies adalah sebuah
drama kuat yang tersaji luar biasa selama 2 jam lebih. Tidak peduli
seberapa lambat ia berjalan karena hampir disetiap menitnya film yang
banyak memperoleh penghargaan internasional ini mampu berbicara banyak
dan juga memberikan efek kejut kepada penontonnya. Ini adalah sebuah
kisah hebat, depresi dan tragis yang dikemas apik, kisah pilu bagaimana
seorang ibu berusaha menyatukan kembali keluarganya meskipun harus
dengan cara yang menyakitkan.
Rating:
0 comments: