phone: +6281254509366
e-mail: rizki_apriady46@yahoo.co.id

Review Iron Man 3 (2013)


Lima tahun lalu, bagi non fan boy seperti saya Iron Man mungkin hanya sekedar ‘manusia kaleng’, bukan siapa-siapa jika kamu mau membandingkannya dengan Spider-Man dan dua jagoan DC Comic; Batman dan Superman bahkan Hulk sekalipun, tetapi coba lihat sekarang?! Iron Man menjelma menjadi salah satu superhero yang paling diperhitungkan, terlebih ketika Marvel Studios memutuskan untuk menghadirkan versi live action-nya 2008 lalu, hasilnya; Dua seri, 1, 5 milliar Dolllar dan salah satu casting tebaik dalam dunia per-superhero-an setelah Christopher Reeves dan Superman-nya dalam diri Robert Downey Jr sebagai billiuner, playboy, genius, dermawan berbaju zirah super; Tony Stark.

Iron Man 3 sendiri adalah sebuah evolusi, baik di dalam maupun di luar layar paska sekuel pertamanya dan The Avengers, sebuah awal baru buat proyek Marvel Phase 2. Kali ini ada Shane Black penulis action hit Lethal Weapon dan sutradara Kiss Kiss Bang Bang mengambil tongkat estafet pernyurtradaraan yang ditinggal Jhon Favreau yang tampaknya memilih untuk tampil lebih santai sebagai eksekutif produser dan juga melanjutkan karakternya sebagai Happy Hogan. Lalu naskahnya yang ditulis Black bersama Drew Pearce punya potensi menjadi lebih jauh besar dari dua seri pendahulunya apalagi ketika keduanya mengadaptasinya dari salah satu versi terbaik komiknya; Extremis, termasuk memasukan salah satu musuh terbesar Iron Man; The Mandarin yang punya kekuatan super pada kesepuluh cicin saktinya

Jika film pertamanya adalah tentang bagaimana semuanya bermula dan Tony Stark menemukan siapa dirinya, lalu film keduanya adalah ketika ia menerima kehadiran orang lain dalam hidupnya dan sikapnya terhadap warisan masa lalunya dan kemudian melawan egonya di antara para superhero lainnya dalam The Avengers maka Iron Man 3 mencoba menghadirkan pendewasaan Stark, terutama ketika ia kembali lagi harus berjuang sendiri paska serangan alien di New York, tanpa bantuan S.H.I.E.L.D dan rekan Avengers-nya dalam menghadapi bahaya baru dalam bentuk virus nano-tech mengerikan buatan ilmuwan kejam Aldrich Killian (Guy Pearce) yang pernah dicampakan Stark 13 tahun lalu plus kehadiran teroris sekaligus supervillain tangguh, The Mandarin (Ben Kingsley) yang seperti kita lihat dalam trailer-nya sanggup meluluhlantakan Stark Mansion beserta armor-armor bajanya.

Meskipun kini ditangani Black namun sebenarnya ia tidak pernah mencoba pergi terlalu jauh dari apa yang diwariskan Favreau di dua seri sebelumnya serta tanpa kehilangan momen paska The Avengers. Fokusnya masih dan akan selalu berada pada pundak Tony Stark yang kini kembali menghadapi masalah terbesar; dirinya sendiri dengan segala kecemasan, kegelisahan, susah tidur dan serangan panik paska serangan Chitauri di New York. Masih ada elemen spionase, teknologi canggih dan manuver-manuver cantik di udara meskipun harus diakui paska kehadiran Pepper Potts yang kini mendiami rumahnya membuat Stark kehilangan sentuhan playboy-nya, namun sekali lagi ini tetap adalah sajian Iron Man khas Favreau yang mengasyikan.

Setengah jam pertamanya memang lambat panas, tetapi pesona Robert Downey yang galau dan penampakan sangar Kingsley plus momen hancurnya kediam Stark sedikit banyak membantu melewati masa-masa ‘sulit’ itu. Lalu setelah itu munculah malapetaka itu. Entah apa yang dipikirkan Black dan Pearce ketika menghadirkan sebuah twist yang menjungkir balikan ekpektasi banyak orang, baik fan boys atau tidak. Ya, itu adalah kejutan yang sangat konyol jika tidak mau disebut dengan kebodohan luar biasa, membuang percuma salah satu talenta terbesar yang sebenarnya sangat berpotensi membawa Iron Man 3  menjadi jauh lebih dahsyat. Akibatnya cukup signifikan, tidak peduli seberapa banyak armor-armor yang kemudian dikeluarkan Black sebagai ‘hadiah natal dan hingar bingar action sekuens yang menggetarkan di penghujungnya, jujur saja saya sudah terlanjur ilfil akibat blunder yang dibuatnya.

Robert Downey tentu saja kembali menjadi magnet terbesar franchise ini, tidak ada lagi orang yang mampu menggantikannya membawakan karkater Tony Stark-nya yang memesona itu. Sementara nama-nama lama seperti Don Cheadle kembali hadir, kali ini sebagai Iron Patriot (versi cat bendera Amerika dari War Machine), John Favreau yang sempat mencuri perhatian di awal film dan Gwyneth Paltrow yang kebagian porsi paling keren di sini setelah di dua filmnya ia hanya tampil sebagai pemanis. Lalu ada nama-nama baru, selain Ben Kingsley ada Guy Pearce dan Rebecca Hall yang sayangnya tidak mendapat porsi signifikan di sini.

Ditujukan sebagai pembuka fase kedua Marvel, Iron Man 3 sedikit lebih baik dari sekuel pertamanya yang tampil buruk dengan villain yang terlalu cepat kalah dan cerita yang konyol. Shane Black jelas tahu benar bagaimana melanjutkan warisan Iron Man yang ditinggalkan Favreau.  Ini seharunya bisa menjadi  bagian terbaik dari semua serinya sayang ‘kejutan’ di pertengahan film merusak mood-nya yang sebenarnya sudah dibangun Black dengan baik sejak awal.


Rating
 

0 comments: