Review Iron Man 3 (2013)
Lima tahun lalu, bagi non fan boy seperti saya Iron Man mungkin hanya sekedar ‘manusia kaleng’, bukan siapa-siapa jika kamu mau membandingkannya dengan Spider-Man dan dua jagoan DC Comic; Batman dan Superman bahkan Hulk sekalipun, tetapi coba lihat sekarang?! Iron Man menjelma menjadi salah satu superhero yang paling diperhitungkan, terlebih ketika Marvel Studios memutuskan untuk menghadirkan versi live action-nya 2008 lalu, hasilnya; Dua seri, 1, 5 milliar Dolllar dan salah satu casting tebaik dalam dunia per-superhero-an setelah Christopher Reeves dan Superman-nya dalam diri Robert Downey Jr sebagai billiuner, playboy, genius, dermawan berbaju zirah super; Tony Stark.
Iron Man 3 sendiri adalah sebuah evolusi, baik di dalam maupun di luar layar paska sekuel pertamanya dan The Avengers, sebuah awal baru buat proyek Marvel Phase 2. Kali ini ada Shane Black penulis action hit Lethal Weapon dan sutradara Kiss Kiss Bang Bang
mengambil tongkat estafet pernyurtradaraan yang ditinggal Jhon Favreau
yang tampaknya memilih untuk tampil lebih santai sebagai eksekutif
produser dan juga melanjutkan karakternya sebagai Happy Hogan. Lalu
naskahnya yang ditulis Black bersama Drew Pearce punya potensi menjadi
lebih jauh besar dari dua seri pendahulunya apalagi ketika keduanya
mengadaptasinya dari salah satu versi terbaik komiknya; Extremis, termasuk memasukan salah satu musuh terbesar Iron Man; The Mandarin yang punya kekuatan super pada kesepuluh cicin saktinya
Jika film pertamanya adalah tentang
bagaimana semuanya bermula dan Tony Stark menemukan siapa dirinya, lalu
film keduanya adalah ketika ia menerima kehadiran orang lain dalam
hidupnya dan sikapnya terhadap warisan masa lalunya dan kemudian melawan
egonya di antara para superhero lainnya dalam The Avengers maka Iron Man 3 mencoba menghadirkan pendewasaan Stark, terutama ketika ia kembali lagi harus berjuang sendiri paska serangan alien di New York, tanpa bantuan S.H.I.E.L.D dan rekan Avengers-nya dalam menghadapi bahaya baru dalam bentuk virus nano-tech mengerikan buatan ilmuwan kejam Aldrich Killian (Guy Pearce) yang pernah dicampakan Stark 13 tahun lalu plus kehadiran teroris sekaligus supervillain tangguh, The Mandarin (Ben Kingsley) yang seperti kita lihat dalam trailer-nya sanggup meluluhlantakan Stark Mansion beserta armor-armor bajanya.
Meskipun kini ditangani Black namun
sebenarnya ia tidak pernah mencoba pergi terlalu jauh dari apa yang
diwariskan Favreau di dua seri sebelumnya serta tanpa kehilangan momen
paska The Avengers. Fokusnya masih dan akan selalu berada pada
pundak Tony Stark yang kini kembali menghadapi masalah terbesar; dirinya
sendiri dengan segala kecemasan, kegelisahan, susah tidur dan serangan
panik paska serangan Chitauri di New York. Masih ada elemen
spionase, teknologi canggih dan manuver-manuver cantik di udara meskipun
harus diakui paska kehadiran Pepper Potts yang kini mendiami rumahnya
membuat Stark kehilangan sentuhan playboy-nya, namun sekali lagi ini tetap adalah sajian Iron Man khas Favreau yang mengasyikan.
Setengah jam pertamanya memang lambat
panas, tetapi pesona Robert Downey yang galau dan penampakan sangar
Kingsley plus momen hancurnya kediam Stark sedikit banyak membantu
melewati masa-masa ‘sulit’ itu. Lalu setelah itu munculah malapetaka
itu. Entah apa yang dipikirkan Black dan Pearce ketika menghadirkan
sebuah twist yang menjungkir balikan ekpektasi banyak orang, baik fan boys
atau tidak. Ya, itu adalah kejutan yang sangat konyol jika tidak mau
disebut dengan kebodohan luar biasa, membuang percuma salah satu talenta
terbesar yang sebenarnya sangat berpotensi membawa Iron Man 3 menjadi jauh lebih dahsyat. Akibatnya cukup signifikan, tidak peduli seberapa banyak armor-armor yang kemudian dikeluarkan Black sebagai ‘hadiah natal dan hingar bingar action sekuens yang menggetarkan di penghujungnya, jujur saja saya sudah terlanjur ilfil akibat blunder yang dibuatnya.
Robert Downey tentu saja kembali menjadi magnet terbesar franchise
ini, tidak ada lagi orang yang mampu menggantikannya membawakan
karkater Tony Stark-nya yang memesona itu. Sementara nama-nama lama
seperti Don Cheadle kembali hadir, kali ini sebagai Iron Patriot (versi
cat bendera Amerika dari War Machine), John Favreau yang sempat mencuri
perhatian di awal film dan Gwyneth Paltrow yang kebagian porsi paling
keren di sini setelah di dua filmnya ia hanya tampil sebagai pemanis.
Lalu ada nama-nama baru, selain Ben Kingsley ada Guy Pearce dan Rebecca
Hall yang sayangnya tidak mendapat porsi signifikan di sini.
Ditujukan sebagai pembuka fase kedua Marvel, Iron Man 3 sedikit lebih baik dari sekuel pertamanya yang tampil buruk dengan villain yang terlalu cepat kalah dan cerita yang konyol. Shane Black jelas tahu benar bagaimana melanjutkan warisan Iron Man
yang ditinggalkan Favreau. Ini seharunya bisa menjadi bagian terbaik
dari semua serinya sayang ‘kejutan’ di pertengahan film merusak mood-nya yang sebenarnya sudah dibangun Black dengan baik sejak awal.
Rating:
0 comments: